Mencari Waktu di Kereta

Café Society Cinema

Kereta dapat dilihat sebagai tanda atas pembangunan dan modernitas. Warsa 2000 hingga satu dekade setelahnya adalah waktu yang riuh dalam perkembangan kereta api di Indonesia. Sebelum kereta menjadi ber-‘Sensasi Swiss’ di tahun 2022, kendaraan rel besi ini pernah bersinggungan dengan atapers, bandul besi, dan lori. Dengan latar Jakarta sebagai kota penuh harapan dan cita, tiga film pilihan bulan ini dapat menjadi pesan dari masa lalu tentang keadaan orang bekejaran mencari waktu ketika resiko menjadi tidak begitu penting; berkebalikan dengan mimpi.

Selasa, 11 April 2023
Pukul 19.30 WIB

Penayangan ini bersifat umum dan gratis, silahkan datang langsung ke Ruang MES 56 di Jl. Mangkuyudan No. 53A.

Film
– “10 Jam Lebih” | Irwan D. Nuryadi | 24 menit | 2004
Sebuah dokumentasi yang memperlihatkan bagaimana sepasang lansia berada dalam riuh rendahnya penumpang kereta Kertajaya Lebaran di Stasiun Pasar Senen.

– “Di Atas Rel Mati” | Nur Fitriah & Welldy Handoko | 17 menit | 2006
Wahyudi, Ropik, Ade, dan Wanto menuturkan tentang keseharian mereka sebagai ‘anak lori’. Kehidupan yang membuat mereka beranggapan bahwa sekolah tidak penting. Hal ini menimbulkan sikap skeptis dalam memandang masa depan. 

– “Pendaki Gerbong Kaleng” | Rinno Fahbiyan Noor | 24 menit | 2012
Film ini menceritakan permasalahan kereta api di Jabodetabek melalui Miko, seorang atapers—sebutan untuk orang yang duduk di atas kereta. Meski sudah memakan banyak korban, para atapers tidak takut melakukannya.

Pasca penayangan akan ada sesi bercerita bersama Semboyan Satoe Community, sebuah komunitas pecinta kereta api di Yogyakarta.

Program ini didukung oleh Dana Indonesiana dan Forum Film Dokumenter.