Cafe Society Bulan April 2017

Bulan April ini menampilkan retrospeksi film-film yang terinspirasi oleh Seijun Suzuki, sutradara unik asal Jepang yang memberikan gaya berbeda di ranah film kelas B.

Sepanjang karirnya di ranah film kelas B, Seijun Suzuki memberikan gaya yang berbeda dari konvensi film Jepang saat itu yang banyak dipengaruhi unsur Kabukki, film noir dan James Bond.

Aksi kekerasan dan adu tembak yang stylish, plot yang saling melompat, penambahan efek-efek ganjil dan sureal, hingga kisah gangster atau yakuza yang berujung satir, menjadi penanda khas karya Seijun Suzuki. Pemecatan dirinya oleh Studio Nikkatsu pada tahun 1967, yang menganggap karyanya ‘tidak masuk akal & tidak menguntungkan’ seakan menjadi penegasan karakter eskperimental radikal yang ada pada film-filmnya.

Mengenang Seijun Suzuki yang baru saja meninggal bulan lalu. Di bulan April ini, kami mencoba menghadirkan program yang mengeksplorasi berbagai gaya dan lanskap film yang dihadirkan oleh Seijun Suzuki. Tak sebatas pada karyanya saja, resonansi ini turut berpengaruh pada karya-karya sutradara sekelas Jim Jarmusch, Park-Chan Wook, hingga Quentin Tarantino.

Jim Jarmusch kerap secara terang-terangan memberi kredit kepada Seijun Suzuki. Di film Ghost Dog: The Way of A Samurai misalnya, pengaruh ini begitu kentara ketika menyaksikan adegan seekor burung yang mendarat di senapan tokoh utama, serupa dengan adegan Goro Hanada di film Branded to Kill.  Tak lupa dengan jagat yakuza dan gangster yang menjadi setting film tersebut. Sementara di filmnya yang berjudul Down by Law, kendati bukanlah film aksi yakuza, namun sosok protagonis absurd serta cerita yang bermuatan black comedy turut mengingatkan kembali akan gaya penceritaan Seijun Suzuki.

Quentin Tarantino adalah eksplorasi paripurna dari Seijun Suzuki, kegemarannya akan film bergenre gangster, dituangkannya dengan adegan kekerasan yang estetis, pepak dengan unsur-unsur budaya pop, dialog satir yang disampaikan dengan penuh sarkasme, serta sosok protagonis yang anti-hero. Jalinan ini, misalnya tertuang pada dua filmnya yaitu Reservoir Dogs dan Jackie Brown.

Film-film Park Chan-Wook kental akan ironi, kerap mengangkat tema kekerasan bernuansa satir, dan dibumbui pengambilan-pengambilan gambar yang colorful. Dua film yang dipilih, Oldboy dan Simpathy for Lady Vengeance, merupakan bagian dari trilogi Vengeance, yang seperti namanya, mengambil kisah-kisah pembalasan dendam sebagai sentral cerita. Dalam Oldboy, seorang lelaki mencari tahu alasan dibalik 15 tahun penyekapan dirinya dalam permainan tikus dan kucing dengan sosok misterius dari masa lalunya; sementara Simpathy for Lady Vengeance berpusat pada pembalasan dendam seorang wanita yang menjadi kambing hitam dalam kasus penculikan dan pembunuhan seorang anak kecil. Premis dan tema kedua film memang sederhana, tetapi penonton dapat berharap akan kejutan-kejutan, humor-humor gelap, dan akhir yang meninggalkan rasa getir.

Akhir kata, selamat menonton!